Gelandang Internet yang mencoba melewati lorong sempit tanpa batas ruang dan waktu

Potret Pendidikan Indonesia di Tapal Batas

· · 4 comments
Assalamu'alaikum, wr.wb

Sebuah Renungan dari Bumi Entikong - Sebuah tulisan yang saya baca pagi ini di sosial media Facebook yang membuat saya menuliskan postingan ini yaitu "Gaji guru didaerah perbatasan menjadi ajang pencitraan belaka, padahal yang diterima bukanlah sebesar yang disampaikan oleh media-media. Rekan saya sekamar harus berhemat dan berhitung matang untuk kiriman anak dan istrinya dikampung sehingga ia menunda untuk membeli kasur seharga 300 ribuan agar sang istri dikampung masih bisa tersenyum, kemudian ia putuskan untuk tidur dikarpet tipis 1cm".

Sebuah video dokumenter tentang potret keadaan di tapal batas yang dibuat tahun 2011 oleh Wisnu Adi, sebagai film dokumenter terbaik, dan diajang internasional, film ini juga menjadi salah satu nominasi Aljazeera International Documentary Film 2012. Mungkin sudah sampai sepuluh kali saya menyaksikan video dokumenter yang sangat luar biasa dan sarat makna ini.
melihat kondisi pendidikan di perbatasan indonesia
 
Video dokumenter ini mengungkapkan ada banyak cerita yang belum terungkap di negeri ini. Permasalahan sehari-hari seperti fasilitas pendidikan, kesehatan serta perlindungan masyarakat yang jauh dari memadai dapat kita lihat disini.

Menyaksikan video ini, seolah-olah rasa kekesalan terhadap negara tetangga malaisya akan terasa konyol. karena justru saudara kita di tapal batas mendapatkan penghidupan, menjual barang dagangan, mencari pekerjaan di negeri jiran sehingga mereka lebih mengenal ringgit daripada rupiah.

Diawal film ini kita mendengar ungkapan "sebuah kisah yang harus dikatakan... sebuah kisah yang harus didengarkan.. sebuah kisah yang harus dituliskan.." Film ini bercerita tentang seorang Guru yang bernama Marthini yang sudah mengabdi selama 8 tahun di Desa Badat Baru, Kecamatn Entikong, kalimantan Barat dengan hanya dibantu seorang tenaga honorer untuk mengajar 6 kelas SD.

Yang mereka butuhkan sebenarnya sederhana saja, akses jalan, adanya tambahan tenaga pengajar yang saat ini hanya berjumlah 2 orang saja untuk mencover 6 kelas, serta rumah yang layak sebagai tempat tinggal guru.

Sebuah kisah yang memilukan memang jika kita melihat gambaran pada video dokumenter tersebut. Namun hal menarik dan pesan yang luar biasa bisa kita tangkap dari sini, bahwa ada gelora semangat kebangsaan, Nasionalisme bukan hanya ungkapan omong kosong belaka tapi perlu sebuah pembuktian.

Kisah Ibu guru martini, Mantri Kusnadi dan Ella di film ini membuat kita tertampar, karena kemerdekaan yang kita dapatkan puluhan tahun yang lalu belum merata dirasakan oleh segenap bangsa ini. Kisah yang diangkat di film ini semoga menjadi PR kita bersama khususnya pemerintah sebagai ujung tombak.

Pada titik inilah film dokumenter ini menemukan signifikansinya, ketika guru marthini berucap "Walau bagaimanapun saya tetap warga negara Indonesia, saya tetap cinta dengan Indonesia, sekalipun saya berada diperbatasan Malaisya ini"

Bahkan mungkin ketika kita tanya rekan-rekan siswa yang belajar di SD tersebut, apa cita-cita kalian? dengan semangat bereka akan berkata "kami akan terus menyokong agar sayap-sayap garuda bisa terbang tinggi". Salam olahraga.

Baca juga Sinopsis Nur Kasih Movie

4 comments:

  1. apa yang bisa kita lakukan mbak?
    keren guru marthini, bisa bertahan dan mengabdi di sana, semoga banyak guru yang seperti beliau

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebagai blogger mari kita tuangkan peduli kita lewat tulisan mas. sehingga orang tahu masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh negara ini terutama dalam dunia pendidikan

      Delete

- Komentar yang mengandung hujatan, negatif akan dianggap spam
- Komentar link akan dilaporkan ke posyandu terdekat & tidak akan ditampilkan